Makan Bajamba – Tradisi Makan Bersama di Sumatera Barat

Jamba dan tradisi Makan Bajamba di Ranah Minang.

Makan Bajamba
Makan Bajamba

Apa kabar, teman-teman?


Pada post sebelumnya, saya udah berbagi cerita tentang keseruan saat malamang atau memasak lemang, untuk perayaan Maulid Nabi di surau dekat rumah. Jadi selain memasak lamang, mama dan para sanak saudaranya juga menyiapkan “jamba” untuk acara “Makan Bajamba” di surau.

 


Jamba – Nasi Padang dalam Sebuah Dulang


Makan Bajamba
Kamu pilih yang mana? - Makan Bajamba

Di sini saya nggak membahas banget secara adat ya. Wong saya aja pendatang, hahah... Eh maksudnya, saya kan lama di Jakarta dan baru kali ini pula saya melihat tradisi memasak jamba, dan menonton tradisi Makan Bajamba ini.


Jadi saya lebih berbagi tentang keseruan kami menyiapkan jamba nasi, dan segala lauk pauknya ya...


Jamba, pernahkah teman-teman mendengarnya? Sebenernya, jamba merupakan sebutan untuk wadah atau tempat nasi yang diletakkan di atas dulang.


Makan Bajamba
Jamba udah rapi untuk dibawa ke surau

Uniknya, lauk pauknya ini disusun secara bertingkat. Setelah itu ditutup dengan tudung saji yang dianyam dari daun enau. Kemudian atasnya diletakkan dalamak – yaitu kain yang bersulam benang emas.


Eh kocak dah. Kan mak saya nganter jamba nasinya malem-malem. Nah udah jam 10an, dia ngajak tante balik ke surau untuk ngambil jambanya (udah selesai untuk makan bersamanya). Sebenernya bisa diambil pagi-pagi aja, tapi kata emak saya, “Kain dalamak awak kan baru, ntar dituker orang sama yang butut...” Hahahah... sempet-sempetnya ya ada yang iseng gitu.

 


Tradisi Makan Bajamba


Makan Bajamba
Makan Bajamba di Masjid, Maulud tahun lalu

Nah kalau Makan Bajamba ini merupakan tradisi makan bersama dalam 1 dulang. Jadi untuk 1 dulang ini bisa dinikmati oleh 3 hingga 7 orang. Tergantung dari banyaknya nasi dan lauk pauk dalam 1 dulang itu ya.


Makan Bajamba ini dilakukan dengan duduk lesehan. Kelompok lelaki dan perempuan duduk terpisah. Yang lelaki duduk bersila, sementara yang perempuan duduk bersimpuh.  


Tradisi Makan Bajamba di Ranah Minang ini bermula dari Koto Gadang, Agam. Pada abad ke-7, ketika pertama kalinya Islam masuk ke Minangkabau.


Makan Bajamba juga merupakan simbol dari persamaan. Nggak ada status sosial seseorang yang bikin dia terlihat beda saat Makan Bajamba. Semua duduk bareng, makan bareng, kenyang bareng, hehe...



Menyiapkan Nasi dan Lauk Pauk untuk Jamba


Makan Bajamba
Di antara deretan jamba di Masjid, Maulud tahun lalu

Setelah lemang tinggal dipanggang, mama dan adek-adeknya lanjut menyiapkan masakan untuk jamba. Terlihat ada telur yang akan diceplok tabur bawang goreng. Kentang yang siap untuk dijadikan perkedel. Terong untuk diiris kemudian digoreng. Ada pula ikan tongkol untuk digoreng balado serta asam padeh. Dilengkapi dengan ayam untuk digulai.


Karena yang bantuinnya cukup banyak, kecuali saya yang cuma foto-foto dan videoan doang, hahah... Menjelang sore, semua masakan pun udah beres. Tinggal diletakkan ke piring saji untuk disusun di atas dulang.


Ini dia video mama dan tante saat menyusun jamba. Gampang-gampang susah juga ternyata, karena kalau naroknya miring, nanti nggak pas untuk piring di tingkat atasnya.



Untuk makanan yang berkuah kayak ikan asam padeh dan gulai ayam, ini kuahnya dimasak kental, jadi nggak perlu banyak kuah di piringnya. Biar nggak tumpah-tumpah saat dipanggul.


Lalu kalau untuk nasinya, diletakkan dalam bungkus daun dan ditempatkan dalam jamba yang terpisah.

 


Makan Bajamba di Surau


Makan Bajamba
Anak-anak juga boleh ikutan Makan Bajamba, Maulud tahun lalu

Setelah jamba nasi dan lauk pauknya itu beres, selepas Maghrib, mama bawa ke surau. Gimana cara membawa jamba ini? Dengan dipanggul di atas kepala, pemirsahhh... Dulu pertama kali saya lihat, ehhh... itu nggak pecah apa piringnya? Hahahah...


Makan Bajamba
Cara membawa jamba, Maulud tahun lalu

Nggak, emak-emak di sini udah pada jago banget bawa jamba. Termasuk emak saya. Tapi kemarin itu karena malam dan suraunya agak jauh, jadi mama panggil becak motor aja, karena lagi nggak ada om yang bisa nganterin.


Sesampainya di surau, jambanya diletakkan berjejer. Mama ikut antar jamba yang malam Maulud, untuk disantap oleh Orang Siak (tokoh agama) dan Anak Siak (santri) serta warga surau lainnya yang bersholawat atau berdzikir di malam itu hingga shubuh.


Lalu kalau ada sisanya boleh dibawa pulang lagi. Terkadang sisanya masih banyak, karena yang bawa jamba pun juga banyak. Kalau mama biasanya ada bungkusin untuk orang surau, lalu ada juga yang dibagi ke sodaranya.


Jadi kalau untuk Makan Bajamba saat Maulud ini juga merupakan simbol berbagi rezeki, pada orang surau maupun sanak saudara. Dan yang terpenting adalah... melestarikan adat.



Ada Juga Jamba Minum Kopi


Jamba Minum Kopi
Udeh cakep-cakep, kardus di bawahnya nggak dibuang :P - Jamba Minum Kopi


“Nanti lihat deh ada jamba minum kopi juga...”


Hahhh... jamba minum kopi? Ternyata ini adalah jamba cemilan. Isi jambanya itu bisa kue maupun buah. Ini untuk cemilan orang yang bersholawat atau berdzikir malam juga. Kue-kue dan buah-buahan itu bisa dibawa oleh orang-orang surau, dan sisanya juga bisa dibawa pulang oleh pemiliknya.


Pas besok paginya, tante sebelah rumah pun datang sembari bilang, “Ini kue ulang tahun, Nita...”


Uwww, mantap kan, haha... Nanti mama juga bikin jamba minum kopi ini di surau yang berbeda. Jadwalnya akhir bulan kayaknya. Jadi di sini perayaan Maulud di tiap masjid dan surau itu ganti-gantian.

 


Oke, ini dia cerita saya tentang Makan Bajamba saat Maulud di surau dekat rumah. Mungkin di daerah teman-teman juga ada perayaan Maulud secara adat begini juga. Moga bisa menambah wawasan kita ya, tentang budaya di Indonesia. Makasih banyak ya udah mampir...

 

Pendukung materi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Makan_bajamba

No comments:

Post a Comment

Hai, temans... Makasih banyak ya udah mampir. Semua komen lewat jalur moderasi dulu ya :D Don't call me "mak" or "bund", coz I'm not emak-emak or bunda-bunda :P