Menantu Kota untuk Orang Kampung (Bagian 2)

 Menantu kota untuk orang kampung merupakan cerita fiksi tentang petualangan Amidun dalam menemukan tambatan hati yang sesuai dengan kriteria sanak saudara di kampung. Cerita dibuat oleh saya, ilustrasi dibantu oleh Gemini. Kesamaan tokoh, latar, serta alur cerita hanyalah kebetulan. Selamat membaca, teman-teman.



Sepulang kerja, Amidun merebahkan tubuhnya di kasur. Hari Raya memang masih beberapa bulan lagi, namun Amidun sudah gelisah dibuatnya. Sejak tiga tahun belakangan, tiap kali pulang kampung, Amidun selalu dibuat kesal akan pertanyaan demi pertanyaan: kapan nikah, mengapa hingga kini masih pulang kampung sendirian saja, apakah belum ada perempuan di kota yang menarik hati. Hingga sebuah ancaman pun datang di tahun kemarin: pada pulang kampung tahun depan, Amidun sudah harus membawakan mereka menantu, minimal calon menantu!


Amidun makin dibuat geram atas kriteria yang ditetapkan oleh sanak saudaranya di kampung. Perempuan itu haruslah sama-sama berasal dari kota seperti Amidun, agar menjadi cinta yang setara.


Sejak tiktok mewabah di kampung Amidun, sanak saudaranya jadi ramai membicarakan 'cinta yang setara', seperti yang disampaikan oleh video-video yang beredar.


Selain harus perempuan yang berasal dari kota, calon istri Amidun juga harus seorang pegawai. Sekali lagi, karena Amidun merupakan seorang pegawai. Untuk mencari cinta yang setara, seperti standar yang ditetapkan video-video tiktok.


Kala itu, ada anak gadis di kampungnya yang berprofesi menjadi guru TK. Tante bungsunya ingin sekali bila Amidun pulang kampung nanti, berkenalan dengan ibu guru muda nan cantik itu.


Namun Etek Yus, Tante Amidun paling tua sangat melarangnya. Ibu guru tersebut merupakan orang kampung. Bila nanti berjodoh dengan Amidun, tentunya harus meninggalkan profesinya di kampung dan beralih menjadi ibu rumah tangga.


"Itu indak cinta nan setara," jerit Etek Yus menggelegar.


 

Amidun memiringkan tubuhnya. Gerutu mulai berhamburan dari mulutnya, saat makin mengingat sewaktu ia mengabarkan ada perempuan kota yang menarik hatinya -- begitupun perempuan itu.


Beberapa kali Amidun mengajaknya jalan-jalan, agar makin mengenal satu sama lain. Tibalah Amidun mengatakan keinginannya untuk menikahi, perempuan itu membalas dengan kalimat yang membuat lutut Amidun lemas seketika.


"Kata Mama dan Papa Dedek, kalau Dedek menikah, hantarannya 75 juta 500 ribu."

 

"Kalau 500 ribunya saja boleh?" Di tengah keringat yang mulai membanjiri ketiak, Amidun mencoba bernegosiasi.


Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut perempuan itu. Segera ia selempangkan tas mungilnya, kemudian beranjak meninggalkan Amidun yang terdiam lesu.


Tak ingin menyerah, Amidun sampaikan keluh kesahnya pada sanak saudara di kampung. Mewakili orang-orang di kampung, Etek Yus mengirimkan pesan singkat, "Yang mau menikah kan Idun, jadi Idun yang harus berjuang mengumpulkan uang hantaran itu."


Tersedu-sedu tangis Amidun kala membacanya. Kamar kosnya menjadi saksi atas perihnya cinta tanpa 75 juta 500 ribu.


 

Amidun meninggikan bantal untuk ia duduk bersandar. Dibukanya akun Facebook dalam layar HP-nya.


Matanya langsung mendapati video seorang ibu yang sedang sedang berjoget sambil menggendong balitanya. Amidun hapal betul, bahwa latar tempat perempuan itu berjoget merupakan sebuah restoran yang ada di kotanya.



Lanjut ia klik profil perempuan tersebut. 'Independent Woman', demikian Amidun membaca biodata pada profil tersebut. Perempuan kota dan bekerja! Senyum Amidun pun mengembang, layaknya baru gajian.


Setelah ketik, hapus, ketik, hapus, Amidun pun menghena napas dalam-dalam. Ia beranikan jemarinya untuk mengetik, "Salam interaksi, Anti"


Berdebar jantungnya. Apakah Anti akan membalas sapaannya.


****

Comments