Menantu kota untuk orang kampung merupakan cerita fiksi tentang petualangan Amidun dalam menemukan tambatan hati yang sesuai dengan kriteria sanak saudara di kampung. Cerita dibuat oleh saya, ilustrasi dibantu oleh Gemini. Kesamaan tokoh, latar, serta alur cerita hanyalah kebetulan. Selamat membaca, teman-teman.
Sepulang kerja, Amidun
merebahkan tubuhnya di kasur. Hari Raya memang masih beberapa bulan lagi, namun
Amidun sudah gelisah dibuatnya. Sejak tiga tahun belakangan, tiap kali pulang
kampung, Amidun selalu dibuat kesal akan pertanyaan demi pertanyaan: kapan nikah,
mengapa hingga kini masih pulang kampung sendirian saja, apakah belum ada
perempuan di kota yang menarik hati. Hingga sebuah ancaman pun datang di tahun
kemarin: pada pulang kampung tahun depan, Amidun sudah harus membawakan mereka
menantu, minimal calon menantu!
Amidun makin dibuat
geram atas kriteria yang ditetapkan oleh sanak saudaranya di kampung. Perempuan
itu haruslah sama-sama berasal dari kota seperti Amidun, agar menjadi cinta
yang setara.
Sejak tiktok mewabah di
kampung Amidun, sanak saudaranya jadi ramai membicarakan 'cinta yang setara',
seperti yang disampaikan oleh video-video yang beredar.
Selain harus perempuan
yang berasal dari kota, calon istri Amidun juga harus seorang pegawai. Sekali
lagi, karena Amidun merupakan seorang pegawai. Untuk mencari cinta yang setara,
seperti standar yang ditetapkan video-video tiktok.
Kala itu, ada anak
gadis di kampungnya yang berprofesi menjadi guru TK. Tante bungsunya ingin
sekali bila Amidun pulang kampung nanti, berkenalan dengan ibu guru muda nan
cantik itu.
Namun Etek Yus, Tante Amidun paling tua sangat
melarangnya. Ibu guru tersebut merupakan orang kampung. Bila nanti berjodoh
dengan Amidun, tentunya harus meninggalkan profesinya di kampung dan beralih
menjadi ibu rumah tangga.
"Itu indak cinta nan setara," jerit Etek Yus menggelegar.
Amidun memiringkan
tubuhnya. Gerutu mulai berhamburan dari mulutnya, saat makin mengingat sewaktu
ia mengabarkan ada perempuan kota yang menarik hatinya -- begitupun perempuan
itu.
Beberapa kali Amidun
mengajaknya jalan-jalan, agar makin mengenal satu sama lain. Tibalah Amidun
mengatakan keinginannya untuk menikahi, perempuan itu membalas dengan kalimat
yang membuat lutut Amidun lemas seketika.
"Kata Mama dan
Papa Dedek, kalau Dedek menikah, hantarannya 75 juta 500 ribu."
"Kalau 500 ribunya
saja boleh?" Di tengah keringat yang mulai membanjiri ketiak, Amidun
mencoba bernegosiasi.
Tak ada sepatah kata
pun yang keluar dari mulut perempuan itu. Segera ia selempangkan tas mungilnya,
kemudian beranjak meninggalkan Amidun yang terdiam lesu.
Tak ingin menyerah,
Amidun sampaikan keluh kesahnya pada sanak saudara di kampung. Mewakili
orang-orang di kampung, Etek Yus
mengirimkan pesan singkat, "Yang mau menikah kan Idun, jadi Idun yang
harus berjuang mengumpulkan uang hantaran itu."
Tersedu-sedu tangis
Amidun kala membacanya. Kamar kosnya menjadi saksi atas perihnya cinta tanpa 75
juta 500 ribu.
Amidun meninggikan
bantal untuk ia duduk bersandar. Dibukanya akun Facebook dalam layar HP-nya.
Matanya langsung
mendapati video seorang ibu yang sedang sedang berjoget sambil menggendong
balitanya. Amidun hapal betul, bahwa latar tempat perempuan itu berjoget
merupakan sebuah restoran yang ada di kotanya.
Lanjut ia klik profil
perempuan tersebut. 'Independent Woman',
demikian Amidun membaca biodata pada profil tersebut. Perempuan kota dan
bekerja! Senyum Amidun pun mengembang, layaknya baru gajian.
Setelah ketik, hapus,
ketik, hapus, Amidun pun menghena napas dalam-dalam. Ia beranikan jemarinya
untuk mengetik, "Salam interaksi, Anti"
Berdebar jantungnya.
Apakah Anti akan membalas sapaannya.
****


Comments
Post a Comment
Hai temans, makasih banyak ya udah meluangkan waktu untuk mampir. Semua komen dimoderasi dulu ya. Jangan lupa untuk mampir pada postingan lainnya.