My Ramadhan Moment in Non Moslem Area


Apa kabar, teman-teman?

Pengalaman pertama saya puasa di tengah mereka yang nggak berpuasa itu dimulai pada tahun 2004. Kala itu pertama kalinya saya kerja pada sebuah lembaga pendidikan. Owner kami merupakan Ibu dan anak keturunan Tionghoa non muslim, begitu juga dengan sebagian besar murid-murid kami.


Saya dan para pengajar lainnya mulai ada kelas di atas jam satu siang. Sebelum ngajar, biasanya saya diminta untuk jaga ruang depan. Setelah jam dua belas, satu persatu murid-murid kami berdatangan. Mereka yang belum sempat makan siang di sekolah, pada bawa bekal ke tempat les.

“Aku boleh makan?” tanya mereka, karena tahu bahwa saya seorang muslim yang pastinya lagi berpuasa.

“Silakan, makan aja,balas saya.

“Tapi Miss Nita kan puasa,” lanjut mereka.

“Nggak apa-apa kok. Makan aja,” kata saya meyakinkan.

Dan akhirnya mereka pun makan siang dengan kembali bilang, “Sorry ya, Miss.”

Lanjut masuk kelas. Biasanya mereka selalu bawa botol minum. Namun beberapa kali saya lihat mereka nggak lagi membawanya. Saya sempat menanyakan itu, dan jawab mereka,

“Kata Mami, kalau bulan puasa nggak usah bawa minum ke dalam kelas. Jadi minumnya di luar aja. Kan Miss Nita lagi puasa.”

Kembali saya pun bilang, “Bilang aja sama Mami, nggak apa-apa kok bawa minum ke dalam kelas. Sama Miss Nita boleh.

Owner kami memang nggak menjalankan ibadah puasa, namun mereka nggak pernah lupa satu kalipun menyiapkan makanan untuk kami berbuka puasa. Nggak cuma cemilan, terkadang mereka langsung ngasih kami makanan berat seperti nasi goreng, Hokben, KFC, dan delivery dari fastfood resto lainnya. Menurut mereka, kami sudah dua belas jam enggak makan, pasti laparnya minta ampun, haha...



Buka Puasa Door to Door

Lanjut di tahun 2008, disamping masih kerja pada lembaga pendidikan yang baru, saya dan teman membuka Agensi Kursus Privat. Agensi ini bisa dibilang kelanjutan dari lembaga pendidikan yang owner kami dulu udah tutup, karena mereka pindah ke Aussie. Tentunya murid-murid privat kami juga hampir semuanya keturunan Tionghoa non muslim.

Saya sendiri juga ikut mengajar di tiga rumah. Saya pergi ke rumah murid privat setelah selesai mengajar di lembaga pendidikan. Jadilah selama Ramadhan saya terbiasa buka puasa door to door.

Walau saya yang datang ke rumah mereka, namun Ibu mereka selalu mengingatkan untuk enggak makan-minum di hadapan saya. Walau saya sendiri sih selalu bilang, taruh aja gelas minumnya di sini, nggak apa-apa. Tapi mereka lebih memilih untuk minum di belakang aja.

Dan pada saat buka puasa, Ibu mereka juga menyiapkan makanan untuk saya. Terkadang murid-murid saya ini minta disiapkan makanan juga biar bisa menemani saya berbuka puasa.

“Untuk menghormati Miss Nita,” katanya, haha...

Kadang ada aja pertanyaan dari anak-anak, seperti, “Miss, kenapa sih orang Islam harus puasa. Kalau puasa kan bikin laper.” Atau, “Miss, kalau orang puasa itu nggak makannya selama berapa jam?”

Saya pun menjelaskannya secara umum aja, misalnya puasa itu biar makin disayang Tuhan. Puasa itu mulai matahari terbit sampai terbenam. Kadang teman saya suka meledek, “Jadi elu di sana (di rumah murid privat) udah kayak Mamah Dedeh yah. Jelasin masalah agama juga.” Hahaha...



Buka Puasa di Lembaga Pendidikan Kami

Di tahun 2010-2014, saya dan dua teman pernah buka lembaga pendidikan sendiri. Ramadhan tahun 2010 pertama kalinya kami mengadakan buka puasa bersama anak-anak. Murid kami sebagian muslim dan sebagian non muslim.

Mereka begitu antusias ketika dikatakan bahwa kami akan mengadakan buka puasa bersama. Walau ada sedikit kebingungan di antara bocah-bocah non muslim kami, “Buka puasa bersama itu apa sih?” Miss aku kan nggak shalat, jadi bawa alat shalat nggak? “Miss aku harus pakai baju muslim, nggak? Aku kan nggak punya.

Kami sadar, tugas kami nggak cuma mengajarkan akademik aja. Kami juga harus mengajarkan banyak hal, termasuk mengajarkan mereka berbaur dengan semua kalangan, dengan semua keyakinan.

Ketika menjelang buka puasa, makanan dihidangkan, anak-anak non muslim bersedia bersabar untuk nggak makan lebih dulu. Ketika bedug magrib, dan anak-anak muslim membaca doa berbuka puasa, mereka sabar memperhatikan. Setelah itu baru makan bersama.

Senang rasanya ketika anak-anak bilang, “Aku baru tahu yang namanya buka puasa bersama.”

Ada juga orang-tua murid kami yang non muslim yang selalu mengantarkan makanan untuk kami berbuka puasa.

Di tahun kedua dan ketiga Alhamdulillah kami diizinkan kembali berbagi rejeki dengan anak-anak. Kalau di tahun keempatnya, tempat lesnya sudah kami tutup sebelum Ramadhan. J

***
Beruntung saya mendapat didikan agama sejak kecil dengan dipaksa untuk mengaji. Dalam keluarga besar kami (dari ibu saya) memang anak-anak nggak dipaksa untuk berpuasa, karena kalau dipaksa nanti takutnya kami berbohong dengan makan-minum di luar. Jadi puasa merupakan keputusan masing-masing. Karena didikan dari guru mengaji, kami pun tahu kenapa umat muslim berpuasa. Dan kami pun memilih untuk berpuasa. 

Saya cuma cerita tentang didikan berpuasa dalam keluarga kami sewaktu kecil ya, bukan untuk nyuruh-nyuruh bilang setuju dan minta diikuti. Setiap keluarga tentu punya didikan masing-masing yang bisa sama, bisa juga berbeda. Semoga tak ada sewot di antara kita kalau seandainya beda pendapat. :P

Dari tahun ke tahun, saya terbiasa berpuasa di tengah orang yang enggak berpuasa.  Di tahun 2015 saya juga bekerja di lembaga pendidikan yang sebagian besar teman-teman saya non muslim. Saya juga persilakan teman kanan dan kiri saya untuk makan-minum tanpa harus bilang maaf, haha... Karena mereka selalu merasa “enggak enakan” pas mau makan siang atau minum.

Selamat menjalankan ibadah puasa bagi teman-teman yang menjalankan. Semoga puasa kita mendapat nilai yang terbaik dari Allah, dan hidup kita makin berkah.

Puasa di tengah orang yang berpuasa itu biasa. Kalau puasa di tengah orang yang nggak puasa, itu baru prinsip, hehe...

Makasih ya, udah mampir...