Menantu Kota untuk Orang Kampung (Bagian 1)

Menantu kota untuk orang kampung merupakan cerita tentang petualangan Amidun dalam menemukan tambatan hati yang sesuai dengan kriteria sanak saudara di kampung. Cerita merupakan asli dibuat oleh saya, ilustrasi dibantu oleh Gemini. Kesamaan tokoh, latar, serta alur cerita hanyalah kebetulan. Selamat membaca, teman-teman.

 

Fiksi
"Sepertinya kita berjodoh..."

"Sepertinya kita berjodoh..." Amidun mulai membuka obrolan, tak lama kemudian setelah ia mengajak Anti dan si kecil duduk di kursi taman.


Dihapusnya keringat yang mulai menumpuk di kening. Amidun merasakan kaosnya mulai membasah -- pada bagian punggung, terutama ketiak. Begitulah bila dirinya sedang dilanda kegugupan yang berlebihan.


Amidun menghela napas panjang, kemudian membuangnya keras-keras, membuat tutup plastik minuman di tangannya terloncat. Amidun tertawa kecil akan tingkahnya sendiri, sementara Anti mati-matian menahan tawa -- takut lelaki itu bertambah malu dan gugup.


"Nama kita sama-sama dimulai dari huruf A: Anti dan Amidun." Setelah hatinya agak rileks, Amidun melanjutkan ucapannya. "Sifat kita juga sama-sama seperti..."


"Anjing!"


Sekejap mungkin Anti membelokkan leher, menoleh pada balitanya yang duduk di tengah-tengah mereka berdua. Wajahnya mendadak terasa panas saat si bungsu menatapnya sembari melebarkan senyum, diiringi dengan kelopak mata yang membesar.


Sedetik kemudian, ia alihkan pandangannya pada Amidun. Lelaki itu tampak pucat sekali dan menghapus keringat di kening serta pelipisnya berkali-kali. Basah di lingkar ketiaknya pun makin melebar.


Wajah Anti makin memerah. Ia malu sekali, takut Amidun mengira bahwa ia tak pandai mengajarkan anak sopan santun.


"Anjing, itu Mama..."


Ucapan si bungsu membuyarkan keheningan di antara keduanya. Jantung Anti tak lagi menggedor-gedor ruang dadanya, kala ia mengikuti arah tunjuk putra bungsunya.


Seekor anak anjing putih nan gemuk, sedang berjalan termegol-megol bersama tuannya. Sesekali melompat, memang sungguh menggemaskan di mata Anti pun.


Keringat tak lagi membanjiri wajah Amidun -- saat ia juga mengikuti arah tunjuk calon putra sambungnya. Ikut tertawa Amidun saat anak itu menatapnya sembari tertawa kecil.


"Oh iya, lucu ya anjingnya," balas Anti sembari memeluk putra bungsunya.


"Iya, Mama." Makin berbinar mata si bungsu, makin riang juga tawanya.


***

No comments:

Post a Comment

Hai temans, makasih banyak ya udah meluangkan waktu untuk mampir. Semua komen dimoderasi dulu ya. Jangan lupa untuk mampir pada postingan lainnya.