Pada akhirnya, hujan deras tiada henti itu pun berakhir. Langit kembali memancarkan cerahnya. Matahari yang kami rindukan itu kembali hadir menghangatkan. Banjir pun perlahan surut, aliran sungai mulai menormal kembali. Namun hujan deras selama sepekan itu, menyisakan banyak air mata kehilangan. Akan anggota keluarga, harta benda, maupun akses jalan yang putus… bukan lagi rusak. Tulisan ini bukanlah tentang rangkuman berita banjir yang kami hadapi di Sumbar ini, melainkan sebuah catatan diri saya saat menghadapinya di penghujung November 2025 lalu.
![]() |
| Foto dari video milik Agung Abdurrahim, yang di-post di akun Info Sumbar. Mohon maaf bila ada kesalahan sumber foto. |
Apa kabar, teman-teman?
Senin 17 November 2025, sepulang dari bandara untuk mengantar keberangkatan umroh ibu kami, saya menginap di rumah adek di Kota Padang. Kala itu cuaca masih cerah kayak sebelumnya. Rasanya ada sih hujan tipis-tipis di malam hari.
Saya lupa kapan pertama
kalinya hujan deras dimulai. Rasanya pada tanggal 21 November, hujan mulai menumpah
demikian derasnya. Berhenti sejenak, kemudian deras kembali. Sepanjang hari,
sepanjang malam, dan bisa dibilang merata di seluruh wilayah Sumbar.
Biasanya, kalau hujan
deras sehari semalam, besoknya cuaca bakalan cerah. Kian hari menetap di Sumbar
ini, saya jadi makin terbiasa mengenali kondisi cuaca di sini.
Ternyata esok hari pun,
hujan kembali sama derasnya. Anak-anak yang bersekolah, orang tua yang
mengantar, orang-orang yang berangkat bekerja, wara wiri menggunakan jas hujan.
Ternyata kondisi seperti ini terus berlangsung selama sepekan.
Saat hujan deras tiba,
ancaman tanah longsor biasanya terjadi di daerah perbukitan sana. Sementara bagi
kami yang tinggal di wilayah pesisir, biasanya akan mengalami badai. Ini
apalagi hujanya berturut-turut.
Hingga pada tanggal 23
November, akun instagram media lokal pun mulai memberitakan tentang sungai yang
meluap, tanah longsor, hingga galodo. Tanah longsor dan galodo yang biasanya
terjadi di wilayah perbukitan ini, juga terjadi di Lubuk Minturun, Kota Padang
– saking derasnya hujan.
Ternyata banjir besar ini nggak Cuma menimpa provinsi kami aja, tapi juga provinsi tetangga kami di Aceh dan Sumut. Alhamdulillah provinsi tetangga lainnya yaitu Riau, aman-aman aja. Tentu sangat menyedihkan andai seluruh wilayah terkena bencana.
26 November 2026, Ketika Saya Harus Bepergian
![]() |
| KA Pariaman Express tetap melintas di atas Jembatan Muaro Panjalinan, Padang |
Di tengah kondisi yang
terbilang mencekam ini, pada tanggal 26 November, saya memang ada kegiatan di
sebuah pesantren di Koto Tangah, Kota Padang. Alhamdulillah, dalam perjalanan
ke sana, saya bisa menebeng Mba Wawa dan Bu Astri dari hotel tempat mereka
menginap.
Perjalanan dari rumah
menuju hotel itu sekitar 7 KM. Bahkan saat pagi pun masih hujan deras. Ketika
hujan reda, cepat-cepatlah saya pesan ojol. Berdoa saya biar dalam perjalanan
itu, hujan berhenti sejenak. Namanya juga saya akan menghadiri sebuah kegiatan,
tentu sedih sekali andai pakaian saya basah kuyup.
Alhamdulillah langit cerah
sejak saya dalam perjalanan dan berada di lobby hotel bersama Bu Astri dan Mba
Wawa, sembari menunggu mobil datang. Saya sampaikan pada
Mba Wawa, dalam sepekan ini saya baru melihat langit terang. Mba Wawa sampe
heran dengarnya.
Kemudian berangkatlah
kami. Dari dalam mobil, kami melewati Pantai Puruih Padang yang ombaknya besar
sekali. Lalu pantai yang biasanya menjadi tempat anak-anak berenang, itu airnya
berubah kayak air kali. Sepanjang ruas pantai itu udah nggak ada yang jualan.
Sedih sekali saya lihatnya, karena pantai ini terbilang ramai pengunjung.
Kemudian kami pun
melewati kali yang arusnya Subhanallah seramnya. Airnya itu ibarat tanah merah yang
dikasih air, lalu diaduk hingga mengental. Seperti itulah, beda dengan banjir
yang biasa saya lihat di Jakarta.
Walau dalam perjalanan,
sempat hujan deras, namun Alhamdulillah sepanjang acara mulai dari siang hingga
sore, langit sangat cerah dan terasa panas. Pikir kami, Alhamdulillah, hujan
derasnya udah selesai.
Ternyata begitu selesai
acara, saat kami istirahat dan makan, tiba-tiba hujan badai yang membawa masuk
air hingga ke pintu masjid tempat kegiatan berlangsung. Kami menunggu hingga
hujan reda, barulah kembali pulang menuju hotel.
Saat kami makan ini,
adek saya mengirimkan pesan bahwa karena hujan badai ini, ada pohon tumbang
yang menimpa 2 mobil di depan Hotel Mercure. Taukah, teman-teman? Sebelumnya
saya dan Nadella merekomendasikan Mba Wawa dan Bu Astri untuk menginap di hotel
ini. Tapi karena ada suatu hal, akhirnya mereka memilih hotel lainnya. Kami
bersyukur sekali, Mba Wawa dan Bu Astri nggak jadi menginap di Hotel Mercure,
karena hotel ini cukup dekat dengan pantai juga.
Maafkan saya, karena
kondisi hujan deras ini, ancaman air pasang dan Naudzubillah hal yang nggak
kita inginkan lainnya bisa aja terjadi dari laut. Makanya kami khawatir sekali
andai 2 tamu kami ini jadi menginap di sana. Saat kondisinya udah normal,
tentunya menyenangkan untuk menginap di hotel dengan view pantai Padang. Langsung
saya kabarkan berita ini pada Mba Wawa.
Gerimis sisa-sisa hujan
badai masih berlangsung saat kami tiba di lobby hotel. Saat saya ingin order
gojek, Bu Astri langsung bilang, biar diantar aja sama driver. Toh mereka udah
membayar seharian. Ditambah lagi jarak hotel ke rumah adek saya juga nggak
begitu jauh. Adek saya pun jadi nggak khawatir akan perjalanan pulang saya.
Alhamdulillah, Allah
luar biasa memudahkan perjalanan ini. Sekali lagi, nggak ada maksud jumawa atas
kemudahan ini. Astaghfirullah al adzim.
27 November 2025,
Ternyata Hujan Masih Deras
Kalau melihat berita
dari BMKG dan info sejenisnya, seharusnya pada tanggal 26 November itu, badai
tropisnya udah beranjak. Namun ternyata, pada malam hari hingga sepanjang hari
pada tanggal 27 November, hujan masih aja deras.
Kembali kekhawatiran
kami datang, karena besoknya tanggal 28 November siang merupakan jadwal
kepulangan umroh ibu kami. Kami memohon pada Allah biar esok diberi hari yang
cerah.
Oh ya, pada tanggal 27
November ini pula, Bu Astri dan Mba Wawa kembali ke Jakarta, begitupun dengan
Laila yang menjadi narasumber pada kegiatan itu. Kalau Laila transit di KLIA
menuju Bandara Juanda. Terus kami pantau keberangkatan Mba Wawa hingga
Alhamdulillah tiba di Soetta dengan selamat. Mba Wawa memang yang paling
terakhir keberangkatannya, menjelang sore.
Taukah teman-teman
kondisi bandara pada tanggal 27 November itu? Sungai dekat BIM ini
meluap. Orang-orang pada diturunkan 1 KM sebelum masuk. Kemudian ada mobil pick
up yang tinggi itu. Nah dengan mobil inilah orang-orang yang akan berangkat,
bisa sampai di bandara. Lalu penumpang yang baru mendarat nggak bisa langsung pulang. Jadilah pada tanggal ini ada penumpukan di bandara.
Kalau Mba Wawa
berangkatnya pas menjelang siang, jadi rasanya belum mengalami ini, tapi ya
pesawatnya delay juga karena hujan deras saat siang.
Oh ya, pada tanggal 27
November ini, air PDAM di rumah adek saya udah mati. Seharian kami nampungin
air hujan. Sehari sebelumnya hingga pagi, air masih menyala walau warnanya itu
macam green tea. Masih kami bersyukur, yang penting nyala! Hingga pada akhirnya
mati total.
28 November 2025 Siang,
Hujan pun Akhirnya Berakhir
Saat pagi pun hujan
masih deras yang bikin kami kepikiran, jangan-jangan pesawatnya mendarat di
Kuala Lumpur atau Pekanbaru. Menjelang siang, Alhamdulillah hujannya udah reda.
Kami mulai berangkat menuju bandara. Sepanjang jalan kembali kami melihat kali
yang udah siap meluap. Hingga tibalah kami di BIM waktu Dzuhur.
Satu setengah hari
mengangkut air hujan, bahagia sekali saya ketika sholat Dzuhur di musholla bandara,
lalu berwudhu dengan air keran yang menyala. Entah gimana rasanya orang-orang
yang berada dalam pengungsian dan kesulitan air bersih. Ya Allah, sabar saya
nggak seluas itu. Astaghfirullah al adzim.
Dalam perjalanan
pulang, ruas jalan itu ada banjir kisaran sebetis. Kemudian juga ada pohon
tumbang yang tercabut dari akarnya. Begitulah kalau hujan badai. Pohon ini
jatuh ke arah kiri. Alhamdulillah rumah warga di depannya cukup jauh menjorok
ke belakang. Andai tumbangnya ke kanan, tentu menghalangi jalan lintas yang kami lewati.
Hingga malam hari,
sejak di bandara hingga pulang ke rumah kami di Padang Pariaman ini, udah nggak
ada lagi hujan. Oh ya, rumah kami di kampung ini pun Alhamdulillah baik-baik
aja. Cuma mungkin ada hujan badai, ranting pohon kelapa pun banyak yang berjatuhan.
Rumah kami memang
berada di tanah yang lebih tinggi. Nah lurus ke arah kanan itu tanahnya semakin
rendah. Allahu Rabbi saya melihat banjirnya dari akun media lokal. Sedih
sekali, daerah itu tempat saya biasa jalan kaki pagi.
29 November 2025, Matahari
yang Kami Rindukan itu Kembali Muncul
Pagi hari saat saya
membuka pintu belakang, langit pun memancarkan terangnya. Matahari yang kami
rindukan selama sepekan itu akhirnya kembali muncul. Hangatnya ramai-ramai kami
sambut di media sosial. Panasnya langit tentu bisa menyurutkan banjir ini
perlahan.
Dalam video tiktok,
bahkan seekor kucing pun turut merayakan hangatnya matahari ini dengan bermain
di halaman rumah, setelah sepekan sebelumnya harus dikurung di dalam rumah
karena derasnya hujan. Suatu hal yang mungkin sederhana bagi teman-teman, di
sini kami menyambutkan dengan gembira. Nggak lupa doa kami agar matahari ini
juga memancar di langit Aceh dan Sumut.
Sejak tanggal 29
November hingga hari ini, di rumah kami di Padang Pariaman ini memang terus cerah
dan panas. Saya kurang tau pasti, tapi seperti banjirnya udah pada surut. Namun
bukan berarti, masalah ini selesai sampai di sini.
Banjir besar ini
menghabiskan banyak rumah yang sebelumnya berdiri kokoh. Menghanyutkan banyak
kendaraan yang mungkin begitu susah payah dulu saat membelinya. Harta benda
lainnya, serta tentu harta terindah yang tak mungkin ada penggantinya, yaitu
anggota keluarga, sanak saudara, dan teman-teman terbaik yang lebih dulu berpulang.
Semoga Allah cukupi
ujian ini. Banyak warga yang udah nggak mampu menghadapinya, ya Allah. Mudahkan
lah mereka saat kembali bangkit. Cukupkanlah rezekinya agar apa yang hilang,
dapat kembali termiliki. Serta persatukanlah mereka di surga nanti dengan
anggota keluarga yang telah berpulang.
Tulisan ini udah cukup
panjang, jadi pada post selanjutnya, saya pingin berbagi cerita tentang
perjuangan kami biar berita bencana banjir besar ini bisa sampai meluas, hingga
bantuan demi bantuan pun pada akhirnya berdatangan.
Kurang lebih seperti ini cerita saya saat sepekan banjir itu tiba. Mohon ampun jika ada 1 kata aja yang melukai hati teman-teman yang terdampak. Moga lekas pulih ketiga provinsi ini dan kita semua dijauhkan dari segala bencana. Makasih banyak ya udah mampir.


Comments
Post a Comment
Hai temans, makasih banyak ya udah meluangkan waktu untuk mampir. Semua komen dimoderasi dulu ya. Jangan lupa untuk mampir pada postingan lainnya.