Segelas nira hangat merupakan simbol perjalanan panjang pohon aren di Jorong Tabek. Kekayaan alam yang sempat terabaikan karena nyaris tidak bernilai jual. Titik balik hadir melalui harmoni gotong royong bersama Astra. Sinergi ini perlahan memutar roda ekonomi yang sebelumnya tertatih. Hingga di pagi menjelang siang itu, sang kekayaan alam pun diperkenalkan kepada kami. Hangat dan manisnya nira terangkum indah, sepulang dari kunjungan kami ke KBA Tabek, Talang Babungo
"Bapak-Ibu, ini
ada minuman air nira. Silakan dicoba," ucap salah seorang Bundo Kanduang memanggil kami.
Saya turut berjalan, menuju
meja tempat Bundo Kanduang menyajikan
minuman dalam mini dispenser. Saat mencicipinya, saya terkesima. Maklum, ini merupakan
kali pertama saya menikmatinya. Ternyata air nira itu berwarna kecokelatan,
tidak hijau segar seperti air tebu. Manisnya terasa alami, lembut menyapa lidah.
Kadar manis yang sedikit di bawah air tebu. Walau matahari kian meninggi, udara
dingin Solok menjadikan segelas nira hangat terasa pas untuk dinikmati.
![]() |
| Air nira yang menjadi minuman penyambutan |
Tentu ada alasan
mendalam, mengapa para Bundo Kanduang -- para
Ibu di Ranah Minang --menyuguhkan minuman itu. Di balik kehangatan nira yang
kami nikmati, tersimpan perjalanan panjang pohon aren yang menjadi kekayaan
alam di Talang Babungo, khususnya di Jorong Tabek.
Jorong
Tabek, Desa Kecil dengan Pohon Aren yang Melimpah
![]() |
| Asri dan sejuknya KBA Tabek di balik Tugu Rangkiang Ecobricks |
“Gula aren dan gula
semut di sini memiliki rasa yang khas, yang hanya ada di Talang Babungo ini.
Dari ketinggian kurang lebih 1.200 MDPL,” ujar Bapak Kasri Satra, S.Pd -- Tokoh
Penggerak KBA Tabek -- saat bercerita tentang kekayaan alam.
Talang Babungo
merupakan sebuah nagari (desa) yang
berada di Kecamatan Hiliran Gumanti, ujung dataran tinggi Kabupaten Solok,
Sumatera Barat. Sejak dulu, pohon aren memang melimpah di sana. Ada lebih dari
seribu pohon yang tumbuh menjulang di tebing-tebing kampung, termasuk di Tabek
-- salah satu jorong (desa kecil) di
Talang Babungo.
Dapat dikatakan, tiap
keluarga di Talang Babungo memiliki perkebunan aren yang dapat dipanen setiap
harinya. Bahkan, pohon aren dapat tumbuh meninggi dengan sendirinya. Bila pohon
liar tersebut tumbuh dalam perkebunan milik seorang warga, maka otomatis akan
menjadi milik orang tersebut.
Pada pohon yang menjulang
hingga 20 meter ini, terdapat nira yang siap disadap. Bila petani menanam pohon
aren hari ini, panen nira dapat dilakukan setelah lima tahun, saat pohon sudah
mulai berbunga. Namun, produksi maksimal terjadi setelah pohon aren tumbuh selama
15 - 20 tahun.
Adakala udara Solok
dinginnya menembus tulang. Namun bila panen nira tiba, tak ada petani yang
gentar melawan ketinggian dalam hawa dingin. Dengan menggunakan tangga bambu, para
petani aren di Talang Babungo tetap akan memanjat puncak pohon dengan sebilah
palu di tangan.
Panen nira merupakan proses
mengambil getah dari tangkai bunga atau mayang jantan. Getah bening yang berisi
kandungan nutrisi dan gula ini yang disebut nira (air nira).
Proses
Manyadok Niro (Menyadap Nira)
Manyadok Niro
“Saya sudah
melakukannya sejak kelas 3 SD.” Dalam sebuah video, Bapak Yusne Rahman --seorang
warga di Talang Babungo -- berbagi kisah akan kesehariannya manyadok niro.
Dengan menggunakan palu
yang mereka bawa, petani aren mulai melakukan peningguran (pemukulan). Mereka
akan memilih tandan bunga jantan yang telah matang dan siap disadap, ditandai
dengan bunga yang sudah mulai berguguran atau tercium aroma harum.
Selanjutnya, petani
aren tersebut akan meninggur (memukul) tandan bunga dan pangkal tangkai.
Pukulan cukup dilakukan secara perlahan namun merata, sambil mengayun-ayunkan
tandan. Dalam kurang lebih satu bulan, mereka rutin melakukannya agar tangkai
bunga menjadi lemas. Sel-sel yang membentuk jaringan aliran nira pun menjadi
pecah.
Waktu untuk proses
penyadapan tiba. Para petani aren kembali menaiki pohon dengan membawa alat
pengiris dan bambu penampung. Awalnya mereka melakukan pengecekan terlebih dahulu.
Ujung tangkai bunga diiris tipis. Jika nira mulai menetes keluar dengan lancar,
artinya tandan telah siap disadap. Pengirisan kembali dilakukan secara merata.
Setelah itu bambu dipasang untuk menampungnya.
Dari satu batang pohon
aren, petani dapat menampung nira sebanyak 10-15 liter. Jumlah ini tergantung
pada tingkat kesuburan tanah dan cara merawatnya. Untuk menjaga kualitas,
petani memanen nira dua kali sehari: sore hari (untuk tetesan malam) dan pagi
hari (untuk tetesan siang).
Siklus pengambilan ini
penting, karena kandungan gula pada nira dapat memicu fermentasi cepat oleh
khamir, jika diambil pada suhu hangat siang hari. Nira yang telah asam, tidak
dapat diolah menjadi gula aren. Untuk menjaga agar nira tidak cepat mengalami
fermentasi, para petani aren meletakkan pengawet alami berupa kulit kayu
manggis atau nangka ke dalam bambu penampung.
Mengolah Nira Menjadi Gula Aren
![]() |
| Gula aren khas Talang Babungo di KBA Tabek |
Nira yang telah dibawa
pulang, harus segera diolah agar rasanya tidak berubah menjadi asam. Disaring terlebih
dahulu agar tidak ada ampas yang tercampur. Setelah itu dididihkan hingga
warnanya agak kecokelatan. Barulah dapat disimpan atau nantinya dipanaskan
kembali bersama yang baru.
Air nira segar yang
dididihkan hingga warnanya agak kecokelatan inilah, yang kala itu menjadi
minuman penyambutan kami.
Nira yang akan diolah
menjadi gula aren, dimasukkan ke dalam kuali baja yang besar. Lalu mulai direbus
menggunakan api sedang, sambil diaduk selama kurang lebih 4,5 jam. Ya, layaknya
memasak rendang. Ketika sudah mulai mendidih, akan bermunculan buih-buih.
Pengolah gula aren akan membuang buih tersebut, agar nantinya gula aren yang telah
dicetak menjadi cepat mengeras dan tidak kehitaman.
Bentuk tungku serta
besarnya api, turut memengaruhi durasi nira akan mengental seperti sirup.
Sebelum dimasukkan ke dalam cetakan, para pengolah gula aren akan melakukan
pengecekan terlebih dahulu. Mereka menyiapkan air dingin, lalu meneteskan
nira kental ke dalam air. Bila perlahan membeku, tidak melarut dalam air, artinya
telah siap untuk dicetak.
Selanjutnya, pengolah
gula aren akan menuang nira kental ini ke dalam cetakan tradisional, yang
terbuat dari bambu atau batok kelapa. Gula aren dalam cetakan didiamkan selama
satu malam, hingga dingin dan mengeras.
Barulah gula aren dapat
dikemas. Bila pengemasan dilakukan saat masih hangat, nantinya akan lembap dan
mudah berjamur. Dalam 20 liter nira yang dipanen, dapat menghasilkan 3 KG gula
aren.
Mungkin semua terlihat
berjalan lancar. Pohon aren yang merupakan anugerah Tuhan untuk masyarakat
Talang Babungo, dapat menjadi salah satu sumber ekonomi masyarakatnya melalui
kepingan gula aren. Namun kenyataannya tidak demikian. Siapa sangka, di balik
manisnya gula aren yang tercetak, tersimpan pahitnya kehidupan. Kesulitan yang
bahkan sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Jepang!
Berawal
dari Kebakaran di Talang Babungo: Sebuah Titik Balik
![]() |
| Bapak Kasri Satra, S.Pd -- Tokoh Penggerak KBA Tabek |
“Dulu, Jorong Tabek
merupakan (salah satu) kampung termiskin di Sumatera Barat!” sahut Pak Kasri
saat menceritakan pahitnya kehidupan di Jorong Tabek, sebelum hadirnya Astra.
Saat mobil yang membawa
rombongan kecil kami memasuki Talang Babungo, ruas jalan yang kami lewati
memang tidak begitu luas. Namun, jalanan yang telah di aspal menjadikan
perjalanan terasa nyaman. Hingga sebuah panah menunjukkan lokasi KBA Tabek.
Jalanan pun menjadi lebih kecil dan berpermukaan tanah, namun sopir tetap
lancar melajukan mobil, hingga berhenti di depan sebuah rumah panggung.
Rombongan kecil kami
turun. Mata saya tertuju pada tulisan besar yang tertera di rumah panggung
tersebut: “Rumah Pintar”. Lalu saya menyapukan pandangan ke sekeliling. Persawahan,
pepohonan, serta deretan bunga yang menjadikan pagi menjelang siang itu terasa
asri sekali. Ditambah lagi, udara Solok yang luar biasa sejuknya.
Siapa sangka, kampung
yang sejuk dan asri itu, ternyata pernah menjadi sebuah kampung yang kumuh, terbelakang,
dan penuh kemiskinan.
Dulu, Jorong Tabek
merupakan sebuah desa terpencil dengan akses jalan yang rusak. Bahkan sekadar
untuk menjual hasil panen ke Pasar Alahan Panjang -- yang kini hanya menempuh
waktu 20 menit saja, dulu bisa berjam-jam. Kondisi jalan yang buruk, membuat
kendaraan roda empat kesulitan membawa hasil panen warga. Kalaupun dapat dibawa
menggunakan motor, hasilnya pun terasa tidak efisien.
Akhirnya, hasil panen
warga termasuk gula aren terjual murah, melalui para tengkulak yang datang
langsung. Pohon aren yang menjadi salah satu kekayaan alam, pada akhirnya
banyak diabaikan warga. Gula aren yang tercetak nyaris tidak memiliki nilai
jual. Sementara biaya produksi secara tradisional juga tidaklah murah.
Kehidupan yang
terbelakang dan kesulitan ekonomi ini, makin diperparah dengan terjadinya
musibah kebakaran yang menimpa Talang Babungo, pada bulan September 2015. Ada 27 rumah hangus terbakar. PT. Astra International, Tbk. Cabang Padang
turut berkunjung memberikan bantuan. Siapa sangka, kedatangan Astra Padang ke
Talang Babungo, justru menjadikan mereka terpesona akan keasrian Jorong Tabek.
![]() |
| Para Narasumber, dua dari kiri: Rananggana Rayidhea (Astra), Kasri Satra (Penggerak KBA Tabek), Yasrul (Kepala Jorong), Prasetyo Utomo (Jurnalis Foto Antara Foto) |
Mereka memberikan
informasi tentang program Kampung Berseri Astra (KBA), yang diadakan oleh Corporate Social Responsibility (CSR)
PT. Astra International, Tbk. Ini merupakan sebuah program pembinaan desa yang
berfokus pada 4 pilar utama: Pendidikan, Kesehatan, Lingkungan, serta Wirausaha
yang mengoptimalkan potensi lokal melalui Produk Unggulan Kawasan Pedesaan
(PRUKADES).
Sebagai salah satu
tokoh muda Jorong Tabek, Pak Kasri tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan
tersebut. Segera proposal dikirimkan pada CSR Astra Pusat. Dua minggu kemudian,
tim survei KBA dari Jakarta pun berkunjung. Saat itu, Jorong Tabek bukanlah
satu-satunya desa di Sumatera Barat yang ingin mengubah nasib bersama Astra.
Namun, keasrian alam Jorong Tabek, kekayaan alamnya berupa tebu dan aren, serta kehidupan masyarakatnya yang masih kekeluargaan dan belum terbawa suasana modern, menjadikan Jorong Tabek terpilih. Bahkan menjadi KBA pertama yang ada di Sumatera Barat.
Akhir tahun 2015, Jorong Tabek resmi menjadi KBA Tabek, di
bawah arahan Bapak Kasri Satra, S.Pd sebagai tokoh penggerak. Sementara program
mulai dijalankan pada awal tahun 2016.
Sambutan yang luar
biasa datang dari pemerintahan Nagari Talang Babungo. Namun respon dari
masyarakat, tidaklah semudah itu. Bahkan para Niniak Mamak -- para lelaki yang dituakan dalam keluarga besar dan masyarakat
-- khawatir atas kehadiran KBA. Mereka takut hal itu akan berpengaruh negatif
pada generasi muda.
“Saat dua tahun awal,
saya hanya dibantu oleh dua orang saja. Karena sebagian besar masyarakat maunya
hasil yang langsung instan. Sementara membangun KBA Tabek ini tidak bisa
seperti itu,” lanjut Pak Kasri.
Namun setelah program yang
mulai terlihat berjalan, perlahan masyarakat mulai bergabung. Saat ini ada
kurang lebih 200 pengurus KBA Tabek, yang sebagian besarnya para Bundo Kanduang.
Terkutip juga informasi
dari Bapak Yasrul -- Kepala Jorong Tabek, bahwa saat ini KBA Tabek merupakan jorong terpadat nomor dua di Nagari
Talang Babungo. Penduduknya ada 2.216 Jiwa, dalam 495 Kepala Keluarga (KK).
Sistem kemasyarakatan
di KBA Tabek terbagi menjadi 11 Zona Hijau. Dalam tiap zona dihuni oleh 40–50
KK. Pembagian zona ini menurut Pak Yasrul, jadi memudahkan koordinasi dengan
warga. Bila ada sebuah program, tinggal dikoordinasikan saja pada Ketua Zona, lalu
diteruskan pada warga.
Akses
Terbuka dan Inovasi Gula Semut: Pilar Kewirausahaan Berbasis Potensi Lokal
![]() |
| Bertabur bungo di Talang Babungo. Gerakan menanam bunga ini juga menjadi bagian dari Pilar Lingkungan di KBA Tabek |
Jalanan yang rusak mulai
diperbaiki. Ada yang di aspal, sebagian lagi di beton. Semuanya dikerjakan secara
bergotong royong, seperti yang biasa dilakukan oleh warga jorong tiap kali ada pembangunan jalan, memperbaiki fasilitas umum,
dan sebagainya. Bedanya, kini Astra hadir sebagai penyandang dana.
Hasil gotong royong pun
membuahkan hasil. Akses jalan yang sudah bagus, menjadikan perjalanan menuju
Pasar Alahan Panjang hanya 20 menit saja. Warga menjadi mudah untuk menjual
hasil panen. Mereka juga kembali bersemangat untuk mengurus pohon aren, karena Rumah
Produksi Gula Semut KBA Tabek akan membeli nira dengan harga yang melebihi pasar.
![]() |
| Rumah Produksi Gula Semut KBA Tabek |
Rumah Produksi Gula
Semut KBA Tabek dibangun pada tahun 2018. Nira yang dibeli dari petani, diolah
menjadi gula aren, sirup aren, dan gula semut. Dalam inovasi gula semut ini,
Astra memberikan oven produksi.
“Gula aren kita memang
sulit menembus pasar internasional, karena lembap dan mudah berjamur. Makanya
tercetuslah ide akan inovasi gula semut ini,” ujar Pak Kasri saat menjelaskan tentang Rumah Produksi Gula Semut.
Setelah disaring, nira dimasak
hingga menjadi kental di atas tungku hemat energi. Ya, sebuah proses yang sama
dengan yang dilakukan warga secara tradisional. Bedanya, alat ini dapat menekan
biaya produksi, serta proses pembuatan nira kental menjadi lebih cepat.
Nira kental ini
kemudian dibagi untuk dibuat gula aren, sirup aren, dan gula semut. Nira kental
yang akan dijadikan gula semut, diletakkan dalam sebuah wadah untuk diaduk
dengan cepat. Proses ini dinamakan kristalisasi. Pengadukan terus dilakukan
hingga terbentuklah bongkahan-bongkahan kecil. Proses ini juga bertujuan untuk mengeringkan kadar air tahap
awal.
![]() |
| Gula semut kasar akan dioven. Loyang di atas meja merupakan gula semut kasar yang kami cicipi |
Seorang pegawai yang
sedang melakukan kristalisasi, mengizinkan kami untuk mencicipi gula semut yang
masih kasar itu. Seperti saat saya menikmati air nira sebelumnya, gula semut ini
juga manisnya terasa lembut sekali. Manisnya tidak melekit seperti gula merah
atau gula tebu. Warnanya pun lebih terang kekuningan dibandingkan gula merah.
Gula semut kasar ini
kemudian disusun di atas loyang, layaknya adonan kue kering. Setelah itu
dimasukkan ke dalam oven pengering. Dengan menggunakan suhu rendah sekitar 70
derajat Celcius, gula ini dioven selama 8-12 jam, agar kadar airnya menyusut
hingga menjadi 2-3% saja. Durasi waktu memang tergantung dari banyaknya gula yang
masuk. Mengeringkan kadar air ini akan membuat gula semut nantinya lebih awet
hingga 6 bulan – 1 tahun.
Setelah gula keluar
dari oven, kemudian dilakukan penghalusan menggunakan mesin penggiling. Gula
semut pun menjadi halus seperti bubuk. Kemudian dilakukan pengayakan, untuk memastikan bahwa proses
penghalusan telah berjalan sempurna.
![]() |
| Gula Semut KBA Tabek |
Terakhir, gula semut dikemas
dalam wadah kedap udara. Agar terasa lebih ekonomis, Gula Semut KBA Tabek juga
tersedia dalam kemasan pouch 200 gram
seharga Rp.30.000. Sedangkan kepingan gula aren 200 gram, dijual seharga Rp.
20.000.
Gula Semut
KBA Tabek memang terasa lebih mahal dibandingkan dengan yang ada di pasaran,
karena ada klaim akan kemurnian 100% air nira, tanpa campuran air tebu,
pengawet, serta pewarna. Kualitasnya juga sesuai standar produk ekspor, di mana
kadar air maksimal hanya 3% saja. Aroma dan citarasanya cocok untuk minuman ala
hotel, kafe, atau restoran.
Rumah Produksi Gula
Semut KBA Tabek dihidupkan oleh 10 – 20 KK. Setiap harinya, mereka memproduksi
gula semut sebanyak 10 – 20 KG. Kemudian dalam 1 bulan bisa mencapai 1 – 1,5
Ton pada puncaknya. Tentu ini sebuah produksi yang meningkat tajam, dari yang
sebelumnya hanya 25 KG saja.
Dari data
produksi tersebut, maka omzet kotor Rumah Produksi Gula Semut KBA Tabek dalam 1
bulan mencapai Rp 150 juta - Rp 225 juta. Sebelum dikeluarkan biaya nira
petani, produksi, serta gaji pegawai.
Produksinya memang
masih belum stabil dan terbatas, tergantung banyaknya pesanan. Ditambah lagi,
adakalanya kualitas bahan baku yang tidak memungkingkan untuk diolah menjadi
gula semut. Namun Rumah Produksi Gula Semut KBA Tabek terus berinovasi, agar
produk unggulan mereka dapat dipasarkan secara mendunia.
“Sejauh ini warga KBA
Tabek tidak memerlukan bank. Karena seluruh kegiatan masyarakat dipayungi oleh
koperasi KSU ED Tabek,” cetus Pak Kasri yang membuat saya dan peserta workshop lainnya terkesan.
Proses produksi gula
aren dan gula semut, serta kegiatan UMKM masyarakat KBA Tabek lainnya, memang
berada di bawah naungan Koperasi Serba Usaha (KSU) Ekonomi Dagang (ED) Tabek. Koperasi
yang kini memiliki asset mencapai Rp 17 Miliar, dari kurang lebih 700 anggota.
Betapa sebuah capaian yang fantastis dalam sebuah desa kecil.
“Dari masyarakat, kita
kembalikan untuk masyarakat,” sambung Pak Kasri.
Hasil dari koperasi ini
digunakan untuk Dana Peduli Sosial. Bila ada warga yang sakit, melahirkan, atau
mungkin ada kerusakan jalan, maka dana ini dapat digunakan.
Kehadiran Astra di KBA
Tabek memang tidak hanya memberikan alat saja, namun juga melakukan pembinaan
dan pendampingan. Salah satunya dalam pemasaran gula semut. Astra turut
mendampingi dalam hal manajemen, kualitas (SNI), serta perizinan.
Gula Semut KBA Tabek
banyak diborong oleh hotel, kafe, dan pasar modern di luar Sumbar. Untuk
pembeli individu, produk tersedia melalui sentra oleh-oleh di Sumatera Barat,
serta dapat dibeli secara daring melalui Tokopedia dan media sosial KBA Tabek.
Sebagai dukungan, Astra
juga turut memborong berbagai produk UMKM kemasan di KBA Tabek, termasuk gula semut
ini.
Peran besar KBA Tabek
dalam Rumah Produksi Gula Semut, selain dapat mengubah pundi-pundi keuangan
petani aren, juga memberikan lapangan pekerjaan pada warga. Seperti uni yang sedang menyangrai gula aren siang
itu.
Membangun
Rumah Pintar dari Batang Pohon Aren: Menumbuhkan Pilar Pendidikan
![]() |
| Rumah Pintar yang menjadi ikon KBA Tabek |
“Sebatang pohon aren
itu harus diangkat minimal oleh 80 orang, baru bisa terangkat,” sahut Pak Kasri
saat berbagi cerita tentang proses pembangunan Rumah Pintar.
Sebuah prinsip yang
dimiliki oleh Pak Kasri dalam membangun KBA Tabek adalah semua harus berawal
dari pendidikan. Dari sanalah, tercetus ide untuk membangun Rumah Pintar.
Sebuah rumah panggung berukuran 4 x 20 M dengan atap yang berbentuk Rumah Bagonjong khas Minangkabau. Tiang
pemancangnya, dibuat dari batang pohon aren yang ramai-ramai warga
mengangkatnya.
Hingga pada tahun 2019,
rumah panggung hasil kekayaan alam dan keringat gotong royong warga pun kokoh
berdiri. Siang itu, kami juga berkesempatan mengunjunginya. Pada sisi kiri,
terdapat perpustakaan mini dengan berderet banyak buku. Kemudian juga ada
barisan piala hasil prestasi warga. Siang itu ramai anak-anak yang sedang
membaca buku, didampingi oleh para mahasiswa KKN.
![]() |
| Di dalam Rumah Pintar |
Pada sisi luar,
terdapat ruang terbuka layaknya warung kopi. Ada kursi dan meja panjang dari
kayu, tempat pengunjung duduk-duduk sembari menikmati sejuknya angin Solok.
Rumah Pintar ini pun makin dipercantik dengan sebuah rumah pohon yang terletak
pada sisi kanan. Ada jembatan penghubung bagi yang ingin berfoto dan bervideo
di sana.
“Di sanalah kami
berkumpul, bermusyawarah, belajar adat, serta belajar tentang kemandirian,”
lanjut Pak Kasri.
Rumah Pintar yang
menjadi ikon KBA Tabek ini, saat ini berfungsi sebagai:
· * Perpustakaan budaya dan ruang berbagai
konsep ekonomi kerakyatan
· * Penggalian model ekonomi sirkular
melalui diskusi dengan pegiat sosial
· * Tempat berkumpul bagi 90 pegiat ekonomi
setempat, yang sebagian besarnya para ibu rumah tangga
· * Pusat informasi 45 penginapan di Desa
Wisata Budaya KBA Tabek
Bila teman-teman
beserta rombongan berkunjung ke Rumah Pintar, akan diajak merasakan serunya Makan Bajamba – sebuah acara makan bersama
khas Minang. Serta mengenal budaya Minangkabau lainnya.
Limbah
Aren untuk Ekonomi Sirkular: Menggenapkan Pilar Lingkungan dan Kesehatan
Tidak hanya berfokus pada
pengolahan hasil panen nira saja, KBA Tabek perlahan juga menjalankan sistem
ekonomi sirkular – di mana limbah produksi akan diolah menjadi produk bernilai
ekonomi.
| Maggot di Rumah Maggot KBA Tabek |
Limbah produksi gula
aren, gula semut, serta sampah rumah tangga lainnya, dijadikan pakan maggot.
Rumah Maggot ini didirikan pada tahun 2021. Dalam sehari, maggot dapat dipanen
sebanyak 10 – 20 KG. Maggot ini dapat dijual untuk pakan ternak. Sebagiannya
juga untuk peternakan ikan di KBA Tabek.
Sedangkan limbah
plastik kemasan dan sampah non organik lainnya, KBA Tabek juga mendiirikan Bank
Sampah. Limbah plastik ini dapat dijual ke pihak pendaur ulang.
![]() |
| Bank Sampah di KBA Tabek |
Hasil dari ekonomi
sirkular ini, diarahkan untuk dana pendidikan dan beasiswa. Saat ini ada 20 generasi muda KBA Tabek yang
mendapat beasiswa kuliah ke Jepang. Ini merupakan sebuah komitmen serius. Beasiswa
telah membuka pintu bagi anak-anak KBA Tabek untuk melanjutkan pendidikan,
bahkan hingga ke jenjang luar negeri.
“Dulu jorong ini terkenal sebagai jorong tanpa sarjana. Tapi saat ini Alhamdulillah, dalam tiap keluarga, ada
saja anak-anaknya yang menjadi sarjana,” ucap Pak Kasri yang membuat kami
bertepuk tangan.
Selain dari hasil
ekonomi sirkular, Astra juga turut memberikan beasiswa pada anak-anak di KBA
Tabek, pada semua jenjang pendidikan.
Tidak hanya untuk pendidikan,
ekonomi sirkular juga dirasakan manfaatnya oleh warga dalam bidang kesehatan.
Mulai dari air bersih, MCK, UKS, hingga Posyandu.
Menonton
Wisata Budaya “Manyadok Niro”
Menyadap nira, yang oleh
orang Minang disebut manyadok niro, menjadi salah satu kegiatan seru di
Wisata Desa Budaya KBA Tabek. Teman-teman dapat melihat langsung proses
pengambilan nira dari pucuk pohon aren. Atau mungkin tertarik untuk mencobanya.
Tentunya, wisatawan
juga akan diajak untuk menikmati aia niro,
minuman air nira hangat seperti yang kami nikmati kala itu.
Harmoni Gotong Royong yang Membuahkan Penghargaan
Bukan uang atau sembako
yang diberikan oleh Astra, namun Astra hadir mendampingi dalam setiap gotong
royong warga. Memang gotong royong merupakan salah satu warisan
nenek moyang kami, yang tersalin dalam lirik sebuah lagu “Kampuang Nan Jauah di
Mato”.
Basamo
Mangko Manjadi! Demikian falsafah nenek moyang, yang
mengartikan bahwa bila dikerjakan bersama-sama, maka segala yang sulit akan
terasa mudah. Hingga kita mencapai apa yang kita inginkan.
Sebuah desa kecil nan
terbelakang bernama Jorong Tabek, berkat harmoni gotong royong bersama Astra,
kini telah berubah menjadi sebuah “Kampung Berseri, Masyarakat Mandiri”.
Demikian slogan yang Pak Kasri sampaikan.
Hingga semangat gotong
royong pun menjadikan KBA Tabek bertabur sejumlah penghargaan, di antaranya:
* Program Kampung Iklim (PROKLIM) dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
* 10 Besar Kampung Binaan Terbaik Astra
* 5 Besar KBA PROKLIM Berkelanjutan
Hingga
Hangat dan Manisnya Nira Khas Talang Babungo Dapat Kami Rasakan
![]() |
| Tari Piring Kreasi dari anak-anak KBA Tabek yang berlatih di Rumah Pintar |
Demikian perjalanan panjang nira di Talang Babungo, khususnya di Jorong Tabek. Hingga pada 3 Agustus 2025, Astra mengajak kami berkunjung dalam rangka roadshow Anugerah Pewarta Astra (APA) dan Lomba Foto Astra (LFA) 2025.
Pagi-pagi sekali, saya
berangkat dari Padang bersama teman-teman Blogger Padang dalam sebuah mobil. Pada bus pariwisata berisi rombongan media dan fotografer. Dua jam perjalanan
kami, melintasi tikungan curam Sitinjau Laut, menatap indahnya hamparan Danau
Kembar, hingga tibalah kami di Alahan Panjang.
Setengah jam kemudian,
rombongan kecil kami tiba di Talang Babungo. Hingga sampailah kami di KBA Tabek.
Bila teman-teman berangkat langsung dari Bandara Internasional Minangkabau
(BIM), akan menempuh sekitar 3 jam lamanya.
Di lapangan MIS
Mualimmin, penyambutan sungguh meriah. Warga mulai dari anak-anak hingga kakek
nenek ramai memadati sekolah. Anak-anak perempuan berlenggok menarikan Tari
Pasambahan, Tari Piring, dan Tari Kreasi, dalam alunan musik tradisional yang
dimainkan oleh para Bundo Kanduang. Tarian
yang dipadukan dengan silat tradisonal oleh anak lelaki.
Kemudian juga ada stan
UMKM KBA Tabek, termasuk gula aren dan gula semut. Ternyata banyak juga ragam
produk UMKM yang diproduksi. Sayangnya tidak ada sirup aren, yang juga menjadi
salah satu inovasi nira di KBA Tabek.
Tentu saja, hangat dan
manisnya nira khas Talang Babungo menjadi minuman penyambutan kami. Sebelum memasuki
ruang kelas untuk menyimak workshop yang
dibawakan oleh Bapak Kasri Satra dan narasumber lainnya.
Di setiap tegukan air
nira yang manis dan hangat itu, terangkum bukan hanya tentang rasa. Tetapi juga
tentang seluruh perjalanan panjang di sebuah desa kecil. Tentang makna
kegigihan dan semangat bergotong royong, yang mampu mengubah pahitnya kehidupan
menjadi manisnya peradaban yang berkelanjutan.
![]() |
| Blogger Padang bersama Kak Yusnita (berhijab merah muda), wartawan senior Haluan yang juga menjadi salah satu narasumber |
Semoga hangat dan manisnya minuman air nira khas Talang Babungo, mencicipi gula aren dan gula semut, menonton kegiatan manyadok niro, menikmati serunya makan bajamba di Rumah Pintar, serta mengenal budaya Minangkabau lainnya, juga dapat teman-teman rasakan saat berlibur ke Desa Wisata Budaya KBA Tabek. Salam hangat dari Padang!
Pendukung Materi:
Pak Kasri Satra, S.Pd dalam workshop Roadshow Astra 2025 di KBA Tabek
Instagram @kba_tabek_talangbabungo
https://www.eviindrawanto.com/2020/03/cara-panen-nira-aren/
Youtube Info Sumbar : Menyadap Nira dan Pembuatan Gula Aren di Talang Babungo
















Keren banget ya, dari desa terbelakang berubah menjadi desa mandiri yang maju seperti itu. Andai ada program pemerintah buat setiap desa kayak gitu, dilihat apa produk unggulannya lalu dibina oleh ahlinya, kayaknya bisa deh.
ReplyDelete